Minggu, 06 April 2008

AMALAN SUNNAH

Amalan Sunnah

Sunnah Ketika Bangun Tidur

  1. Mengusap bekas tidur di wajah dengan tangan
  2. Berdo’a (Do’a bangun tidur)
  3. Bersiwak

Sunnah Ketika Masuk dan Keluar WC

  1. Masuk dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan
  2. Melepaskan cincin, kertas atau apa saja yang terdapat padanya tulisan Allah, Muhammad dan ayat-ayat Al Qur’an.
  3. Membaca Do’a (Do’a masuk WC)
  4. Tidak mengucapkan kata-kata yang mengandung dzikir
  5. Tidak menjawab salam
  6. Tidak mengarah ke kiblat
  7. Tidak menyentuh kemaluan waktu istinjak dengan tangan kanannya.
  8. Membaca do’a keluar WC

Sunnah Wudhu

  1. Memulai dengan membaca Basmalah
  2. Mencuci kedua telapak tangan
  3. Memulai dengan berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam lubang hidung sebelum membasuh wajah.
  4. Mengeluarkan air dari hidung sambil menggerak-gerakkan ujung hidung dengan tangan kiri.
  5. Bersiwak ketika berkumur-kumur
  6. Menyela-nyela jenggot yang tebal saat membasuh muka
  7. Mengusap kepala dengan cara memulai bari bagian depan kepala hingga akhir tengkuk, kemudian mengembalikannya ke bagian depan lagi
  8. Menyela-nyela jari-jari kedua tangan dan kedua kaki.
  9. Memulai dengan yang kanan baru yang kiri
  10. Membasuh hingga tiga kali.
  11. Membaca do’a sesudah wudhu
  12. Melakukan wudhu di rumah
  13. Menggosok, yaitu menjalankan tangan pada anggota wudhu bersama air basuhan atau setelahnya.
  14. Berhemat dalam menggunakan air
  15. Melakukan shalat 2 rakaat (Syukrul Wudhu) setelah berwudhu.
  16. Melakukan wudhu dengan sempurna

Sunnah Dalam Bersiwak

  1. “Seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku, maka pasti aku memerintahkan mereka bersiwak pada setiap kali hendak shalat.” (HR Bukhari dan Muslim)
  2. Kesempatan yang disunnahkan bagi seorang muslim dalam bersiwak itu ada 20 kali. Ia bersiwak sebelum shalat lima waktu, shalat Rawatib, Dhuha, Witir dan hendak memasuki rumah.
  3. “Bersiwak itu membersihkan mulut dan mendatangkan keridhaan Tuhan.” (HR Ahmad)

Sunnah Dalam Memakai Sandal dan Sepatu

  • “Apabila salah seorang kalian memakai alas kaki, maka mulailah dengan kanan, dan apabila ia melepaskannya maka mulailah dengan yang kiri. Dan hendaklah ia memakai kedua-duanya atau melepaskan kedua-duanya.” (HR Muslim)

Sunnah Dalam Berpakaian

  1. Membaca Basmalah baik ketika memakai maupun melepaskan pakaian.
  2. Apabila Nabi SAW memakai kain atau gamis atau selendang atau sorban, beliau mengucapkan ALLAHUMMA INNII AS ALUKA MIN KHAIRIHI WA KHAIRI MAA HUWA LAHU, WA A’UU DZUBIKA MIN SYARRIHI WA SYARRI MAA HUWA LAHU (“Ya Allah, aku mohon kebaikannya dan kebaikan apa-apa yang darinya. Dan aku berlindung dari keburukannya dan keburukan darinya”) (HR Abu Daud dan Ahmad)
  3. “Apabila kalian memakai (suatu pakaian), maka mulailah dengan bagian kanan.” (HR At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah)
  4. Melepas pakaian dan celananya dengan memulai dari bagian kiri kemudian baru yang kanan.

Sunnah Memakai Minyak Wangi

  1. “Perkara dunia yang membuatku menyukainya adalah wanita, wewangian, dan dijadikannya shalat sebagai penyejuk hatiku.” (HR An-Nasa’i)
  2. Menjaga tubuh dan pakaian senantiasa wangi, terutama ketika beribadah, dalam majelis dan dekat keluarga.
  3. Hendaknya minyak wangi yang dipakai adalah minyak wangi yang baik, dan bagi lelaki adalah yang wanginya jelas. Diriwayatkan dari Aisyah RA berkata,”Aku memakaikan Rasulullah SAW dengan minyak wangi terbaik yang beliau dapati, sehingga aku dapatkan bekas wangi di rambut dan jenggotnya.” (HR Bukhari)
  4. Imran bin Hushain RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda padaku:“Sesungguhnya sebaik-baik minyak wangi yang dipakai seorang laki-laki ialah yang jelas wanginya dan samara warnanya. Dan sebaik-baik minyak wangi wanita islah yang jelas warnanya dan samara aromanya.” (HR At-Tirmidzi)

Sunnah Ketika Keluar Masuk Rumah

  1. “Apabila seseorang memasuki rumahnya, kemudian menyebut nama Allah, maka syetan berkata,” Tidak ada tempat menginap bagi kalian (syetan) dan tidak ada makan malam…” (HR Muslim)
  2. Berdo’a ketika masuk dengan do’a yang diajarkan Nabi SAW: ALLAHUMMA INNI AS ALUKA KHAIRAL MAU LAJI WA KHAIRAL MAKHRAJA, BISMILLAAHI WA LAJNAA, WA BISMILLAAHI KHARAJNAA, WA ‘ALALLAAHI RABBANAA TAWAKKALNAA, TSUMMA YUSALLIMU ‘ALA AHLIHI. (“Ya Allah, aku memohon kepadamu agar menjadikannya sebagai tempat masuk yang terbaik, dan tempat keluar yang terbaik. Dengan nama Allah kami masuk, dan dengan nama Allah kami keluar. Kepada Allah, Tuhan kami, kami menyerahkan diri. Kemudian ia mengucapkan salam kepada keluarganya.” (HR Abu Daud)
  3. “Rasulullah SAW bila masuk ke rumahnya, beliau mulai dengan bersiwak.” (HR Muslim)
  4. “Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada penghuninya (yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.” (QS An-Nur:61)
  5. Membaca do’a ketika keluar rumah seperti berikut ini: BISMILLAAHI TAWAKKALTU ‘ALALLAAHI, WA LAA HAULAHU WA LAA QUWWATA ILLAA BILLAAHI, YU QAALU KUFIITA WA WUQIITA WA HUDIITA WA TANAH HA ‘ANHUSY SYAITHAANU (“Dengan menyebut nama Allah, aku berserah diri kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. “Maka akan dikatakan kepadanya (oleh malaikat), “Engkau telah dicukupkan, dan dijaga serta diberi petunjuk, lalu syetan menjauh darinya.” (HR At-Tirmidzi dan Abu Daud)

Sunnah Dalam Perjalanan

  1. Membaca Basmalah
  2. “Nabi SAW menyukai memulai dengan kanan dalam semua keadaannya, ketika bersuci, berjalan dan memakai sandal.” (HR Bukhari)
  3. Membaca do’a naik kendaraan
  4. Menyingkirkan gangguan yang dapat mengganggu orang yang melintasi jalan tersebut.

Sunnah Ketika Pergi ke Masjid

  1. “Kalau sekiranya manusia tahu apa yang ada pada saat datangnya panggilan shalat dan pada shaf yang pertama, kemudian ia tidak akan mendapatkannya kecuali dengan cara mengundinya, niscaya mereka akan mengundinya. Kalau sekiranya mereka mengetahui (pahala) yang akan didapat saar pergi untuk mengerjakan shalat, niscaya mereka akan berlomba-lomba mendapatkannya. Kalau sekiranya mereka mengetahi (pahala) yang akan didapat pada shalat pada petang hari (Isya) dan Subuh, niscaya mereka akan dating untuk mengerjakan keduanya sekalipun dengan merangkak (Muttafaq’Alaih)
  2. Berjalan dengan tenang dan sopan. Rasulullah SAW bersabda” Apabila kalian telah mendengarkan iqamat, maka berjalanlah untuk mengerjakan shalat, dan hendaknya kalian berjalan dengan tenang dan sopan.” (HR Bukhari dan Muslim)
  3. Tenang dalam gerakan dan menghindari gurauan
  4. Menjaga pandangan mata dan merendahkan suara dan tidak menoleh kesana kemari.
  5. Pergi ke mesjid dengan berjalan kaki. Rasulullah SAW bersabda: “Maukah aku tunjukkan kepada kalian apa-apa yang dijadikan oleh Allah untuk emnghapukan kesalahan-kesalahan dan ditinggikan dengannya derajat?” mereka menjawab,”Tentu, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau menyebutkan, diantaranya ialah banyaknya langkah menuju masjid.” (HR Muslim)
  6. “Apabila salah seorang kalian memasuki masjid, maka hendaknya ia membaca shalawat untuk Nabi SAW dan hendaknya membaca doa: ALLAHUMMAF TAHLII ABWAABA RAHMATIK (Ya Allah, bukakan bagiku pintu-pintu rahmat-MU.” (HR An-Nasa’I, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah serta Ibnu Hibban)
  7. Mendahulukan kaki kanan ketika memasuki masjid, berdasarkan dengan perkataan Anas bin Malik RA.”Termasuk Sunnah adalah jika kalian masuk masjid memulai dengan kaki kanan kalian, dan apabila keluar memulai dengan kaki kiri kalian.” (HR Hakim)
  8. “Seandainya manusia tahu apa yang akan didapatkan pada saat panggilan shalat dan pada shaf pertama, kemudian ia tidak akan mendapatkannya kecuali dengan mengundinya, tentulah mereka akan mengundinya.” (HR Bukhari dan Muslim)
  9. Membaca doa keluar Masjid: ALLAHUMMA INNI AS ALUKA MIM FADHLIK (Ya Allah, aku mohon kepada-Mu dari anugerah-Mu). (HR Muslim)
  10. Mendahulukan yang kiri ketika keluar dari Masjid.
  11. “Apabila salah seorang kalian masuk masjid, maka jangan ia duduk sebelum ia melaksanakan shalat dua rakaat. (Muttafaq ‘Alaih)

Sunnah Dalam Adzan

  1. Orang yang mendengarkan adzan hendaknya mengucapkan kalimat yang sama seperti yang diucapkan oleh muadzin, kecuali saat muadzin mengucapkan (Hayya ‘Alash Shalah) dan (Hayya “Alal Falah), maka saat itu orang yang mendengar mengucapkan, “Laa Haula wa la Quwwata illa Billah.” Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
  2. “Apabila engkau mendengar orang beradzan, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya dan bacalah shalawat kepadaku, sebab siapa-siapa yang membaca shalawat kepadaku, maka Allah akan membalas shalawatnya dengan sepuluh kali.” (HR Muslim)
  3. Membaca do’a setelah adzan
  4. Setelah membaca do’a setelah adzan, maka berdo’a untuk diri sendiri. “ Ucapkan seperti yang diucapkannya (yakni: muadzin), dan mintalah, engkau akan diberikan apa yang engkau minta,” (HR Abu Daud)

Shalat-shalat Sunnah

  1. “Tidaklah seorang muslim yang melakukan shalat karena Allah Ta’ala dalam sehari semalam sebanyak 12 rakaat secara suka rela diluar fardhu, melainkan Allah akan membangunkan baginya rumah di Syurga, atau dibangunkan baginya rumah di dalam Syurga. (HR Muslim)
  2. “Hendaklah seseorang mengeluarkan sedekah untuk setiap sendi tulangnya pada pagi hari, maka setiap tasbih itu adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Tetapi untuk menggantikan hal itu, cukup baginya melakukan shalat Dhuha 2 rakaat.” (HR Muslim)
  3. “Aku dipesankan oleh kekasihku Nabi Muhammad SAW agar berouasa tiga hari setiap bulan, mengerjakan dua rakaat shalat Dhuha dan mengerjakan shalat Wiir sebelum tidur (Muttafaq ‘Alaih)
  4. “Allah memberikan rahmat kepada seseorang yang melaksanakan shalat sebelum Ashat empat rakaat; (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi)
  5. “Shalatlah sebelum Magrib, shalatlah sebelum magrib shalatlah sebelum magrib, bagi orang yang menghendakinya.” (HR Bukhari)
  6. “Diantara setiap dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat shalat, diantara setiap adzan itu terdapat shalat, diantara setiap adzan itu terdapat shalat, bagi siapa saja yang menghendakinya (Muttafaq ‘Alaih)

Sunnah Shalat Malam

  1. “Puasa yang paling afdhal setelah puasa Ramadhan ialah pada bulan Muharam. Dan shalat yang paling afdhal setelah shalat fardhu ialah shalat malam.” (HR Muslim)
  2. “Nabi SAW melakukan shalat sejumlah sebelas rakaat. Itulah shalat beliau.” (HR Bukhari)
  3. Beliau melaksanakan shalat malam sebanyak tiga belas rakaat.” (HR Bukhari)
  4. Bersiwak sebelum shalat malam dan membaca 10 ayat terakhir dari Surah Ali Imran.
  5. “Apabila salah seorang dari kalian berdiri melaksanakan shalat di malam hari, maka hendaknya ia membuka shalatnya dengan dua rakaat yang ringan.” HR Muslim)
  6. Disunnahkan memperpanjang shalat malamnya.

Sunnah Shalat Witir

  • Disunnahkan bari orang yang mengerjakan shalat witir tiga rakaat membaca pada rakaat pertama (setelah membaca Al Fatihah) surah Al A’la, dan pada rakaat kedua surah Al Kafirun, dan pada rakaat ketiga membaca surah Al Ikhlash. (HR Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Sunnah Shalat Fajar

  1. “Rasulullah SAW melaksanakan shalat dua rakaat yang ringan diantara adzan dan iqamah dari shalat Subuh,” (Mutafaq ‘Alaih)
  2. Sunnah membaca Surah Al Baqarah:136 pada rakaat pertama dan Surah Ali Imran:152 pada rakaat kedua atau pada rakaat terakhir membaca surah Ali Imran:64.
  3. “Rasulullah SAW apabila telah melaksanakan shalat dua rakaat pada waktu fajar, beliau tidur miring di atas bagian tubuhnya yang kanan.” (HR Bukhari)
  4. “Rasulullah SAW apabila telah selesai melaksanakan shalat Fajar (Subuh), beliau duduk di tempat shalatnya hingga terbit matahari. (HR Muslim)

Sunnah-sunnah Shalat Fi’liyah

  1. Mengangkat kedua tangan ketika Takbiratul Ihram
  2. Mengangkat kedua tangan ketika hendak ruku’
  3. Mengangkat kedua tangan ketika berdiri dari ruku’
  4. Mengangkat kedua tangan ketika berdiri pada rakaat (kedua) setelah tasyahud.
  5. Jari-jari tangan harus merapat satu denhan yang lainnya ketika mengangkat tangan
  6. Keadaan jari-jari ini dibentangkan dalam keadaan telapak tangan menghadap kea rah kiblat.
  7. Jari-jari tangan diangkat sejajar diatas kedua pundak atau sejajar dengan ujung kedua telinga

Sunnah-sunnah Lain Dalam Shalat

  • Ketika Ruku’
  1. Menggenggam kedua lututnya dengan kedua tangannya sambil meregangkan jari-jarinya ketika melakukan ruku’
  2. Meluruskan punggung ketika ruku’
  3. Mensejajarkan kepala dengan punggung, tidak boleh mendongkak atau menunduk
  4. Menjauh kedua sikut lengannya dari kedua sisi badannya.
  • Ketika Sujud
  1. Menjauhkan kedua sikut lengannya dari kedua sisi badannya
  2. Menjauhkan perutnya dari kedua pahanya
  3. Menjauhkan kedua pahanya dari kedua hastanya
  4. Merenggangkan diantara kedua lututnya ketika bersujud
  5. Mendirikan kedua telapak kakinya
  6. Meletakkan bagian depan jari-jarinya di tanah
  7. Kedua kaki dalam keadaan kokoh berdiri ketika sujud
  8. Meletakkan kedua tangannya sejajar dengan kedua pundaknya atau ujung telinganya
  9. Kedua telapak tangannya dalam keadaan terbuka (membentang)
  10. jari-jarinya dalam keadaan rapat
  11. Jari-jarinya diarahkan ke kiblat.
  • Ketika Duduk Diantara Dua Sujud

1. Mendirikan telapak kaki, dan duduk diatas kedua tulang pantat pada saat iq’aa

2. Mendirikan telapak kaki kanan dan menghamparkan telapak kaki kiri untuk diduduki oleh pantat pada saat Iftirasy

  • Ketika Tasyahud Pertama

1. Pada tasyahud pertama harus merebahkan kaki kirinya dan duduk di atasnya, sementara telapak kakinya yang tegak

  • Ketika Tasyahud Akhir
  1. Kaki kanan ditegakkan dan kaki kiri berada di bawah betis kanan dan duduk dengan pantatnya di tanah
  2. Sama seperti pada tasyahud yang pertama, kecuali tidak ditegakkan telapak kaki kanan, tetapi diletakkan sama-sama di sebelah kiri
  3. Ditegakkan (telapak) kaki yang kiri diantara betis yang kanan dan pahanya
  4. Meletakkan kedua tangan di atas kedua paha, yaitu tangan kanan dan tangan kiri diatas paha kiri dengan jari-jari terbentang dalam keadaan rapat
  5. Memberi isyarat dengan jari telunjuk ketika melakukan tasyahud hingga selesai
  6. Menoleh ke kanan dank e kiri ketika mengucapkan dua kali salam penutup

Sunnah Bacaan di Pagi Hari

  1. Membaca ayat kursi. “Siapa yang membacanya ketika pagi hari, maka ia akan dilindungi dari gangguan jin hingga sore hari. Dan siapa membacanya ketika sore hari, maka ia akan dilindungi dari gangguan mereka hingga pagi hari. (HR An-Nasai)
  2. Membaca surah Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas tiga kali.

Sunnah Pada Sore dan Malam Hari

  1. Tidak membiarkan anak-anaknya yang masih kecil berada di luar hingga waktu Isya’
  2. “Apabila menjelang malam atau sore hari, maka tahanlah anak-anak kecilmu (di rumah). Sebab syetan saat itu berkeliaran. Apabila malam telah berlalu satu jam, maka ajaklah mereka (tidur) dan tutuplah pintu-pintu, dan sebutlah nama Allah. Sebab syetan tidak dapat membuka pintu yang tertutup. (HR Bukhari)
  3. Menutup pintu rumah
  4. Menutup wadah minuman, wadah makanan dan merapatkan tutupnya
  5. Apabila hendak tidur supaya mematikan lampu atau sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran
  6. “Tutuplah bejana-bejana, ikatlah tempat-tempat penampungan air, tutuplah pintu-pintu dan tahanlah anak-anak kecil kalian hingga waktu Isya, sebab saat jin berkeliaran dan menyambar, padamkan juga lampu-lampu ketika sedang tidur, sebab binatang kecil yang fasik dapat saja menyentuh sumbu hingga membakar penghuni rumahnya. (HR Bukhari)

Sunnah Ketika Bertemu Orang

  1. “Engkau memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan orang yang tidak engkau kenal.” (HR Bukhari Muslim)
  2. “Ada seseorang datang ke tempat Rasululllah SAW kemudian mengucapkan, “Assalamu’alaikum,” lalu duduk. Beliau menjawab salamnya, dan bersabda, “Sepuluh.” Assalamu’alaikum warahmatullah.” Lalu duduk. Rasulullah SAW menjawab salamnya dan bersabda,” Dua puluh,” Kemudian seorang lagi dating dan mengucapkan,” Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,” lalu duduk. Beliau SAW kemudian menjawab salamnya dan bersabda. “Tiga puluh.” (HR Abu Daud, Hasan dan At-Tirmidzi)
  3. “Apabila salah seorang kalian selesai dari satu majelis, maka hendaknya ia mengucapkan salam. Dan jika hendak berpisah maka ucapkanlah salam, tidaklah salam pertama itu lebih baik daripada salam yang kedua.” (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi)
  4. “Janganlah kalian meremehkan perbuatan baik sedikitpun, sekalipun menemui saudaramu dengan wajah yang ceria. (HR Muslim)
  5. “Tidaklah dua orang muslim yang bertemu kemudian berjabat tangan, melainkan Allah mengampuni bagi keduanya sebelum mereka berpisah.” (HR Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah)
  6. “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku,”Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesunguhnya syetan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS Al Israa’:53)
  7. “Dan perkataan yang baik itu adalah sedekah.” (HR Bukhari Muslim)

Sunnah Dalam Makan

  1. Memulai dengan membaca Basamalah
  2. Makan dengan tangan kanan
  3. Memakan makanan yang ada di dekatnya
  4. Mengusap (membersihkan) makanan yang jatuh kemudian memakannya. “Apabila suapan itu jatuh dari salah seorang kalian, maka hendaknya ia menyingkirkan kotoran yang ada padanya, kemudian memakannya (HR Muslim)
  5. “Rasulullah SAW makan dengan tiga jari-jari. (HR Muslim)
  6. Makan dengan duduk bertumpu di atas kedua lututnya dan punggung telapak kakinya, atau mendirikan kaki kanannya dan duduk di atas kaki kirinya.
  7. Membersihkan dan menjilat sisa makan yang ada di wadah makanan dan jari-jarinya. “Kalian tidak tahu bagian mana diantara makanan itu yang mengandung berkah.” (HR Muslim)
  8. Anas RA bercerita,” Kami dikunjungi oleh Rasulullah SAW di rumah kami ini, kemudian beliau minta minum. Lalu kami peraskan dari air susu kambing milik kami, kemudian aku mencampurnya dengan air sumur, lalu aku berikan kepada beliau dan Abu Bakar ada di sebelah kirinya, Umar di depannya dan seorang Arab Badui ada di sebelah kanannya. Kemudian ketika beliau selesai minum, Umar berkata,”Ini Abu Bakar, wahai Rasulullah.” Ia menunjukkannya kepada beliau. Tetapi kemudian Rasulullah SAW memberikan kepada orang Arab badui itu dan membiarkan Abu Bakar dan Umar. Kemudian Rasulullah SAW bersabda,” Dahulukan mereka yang di sebelah kanan, mereka yang di sebelah kanan, mereka yang ada di sebelah kanan. (HR Muslim)
  9. “Telah dating Abu Humaid, seorang lelaki dari kaum Anshar, dari suatu tempat bernama Naqi membawa susu dalam satu wadah. Kemudian Nabi SAW bersabda, Tidakkah engkau menutupnya, sekalipun dengan membentangkan kayu di atasnya? (Muttafaq ‘Alaih)
  10. “Tiada wadah yang paling buruk dipenuhi oleh manusia dari perutnya. Cukuplah beberapa suap makanan yang dapat menguatkan tulang belakangnya. Jika tidak meungkin, maka sepertiga untuk makan, sepertiga lagi untuk minumnya dan sepertiganya lagi untuk nafasnya.” (HR At-Tirmidzi)
  11. “Sesungguhnya Allah ridha kepada hamba jika ia makan makanan kemudian ia memuji-Nya atas makan tersebut.” (HR Muslim)

Sunnah Ketika Minum

  1. Membaca Basmalah
  2. Minum dengan tangan kanan
  3. Ketika minum, mengambil nafas di luar wadah minuman. Yakni meminum dengan tiga kali, dan tidak langsung menghabiskannya dalam sekali minum.
  4. “Jangan sekali-kali salah seorang kalian minum sambil berdiri.” (HR Muslim)
  5. Selalu menutup wadah minumannya
  6. Memutar atau membagi minuman dari sebelah kanan
  7. Mengucapkan Hamdalah setelah minum

Melaksanakan Shalat-shalat Sunnah di Rumah

  1. “Sesungguhnya sebaik-baik shalat (sunnah) seseorang itu yang dikerjakan di rumahnya, kecuali shalat-shalat yang wajib. (Muttafaq ‘Alaih)
  2. “Shalat sunnah seseorang di tempat yang tidak dilihat oleh manusia lainnya, menyamai dua puluh lima shalatnya yang dikerjakan pada tempat yang dilihat manusia (HR Abu Ya’la)
  3. “Keutamaan shalat seseorang di rumahnya di amana ia tidak dilihat oleh orang-orang, adalah bagaikan keutamaan shalat wajib atas shalat sunnah.” (HR At-Thabrani)

Sunnah Ketika Selesai dari Majelis

  • Apabila selesai dari suatu majelis, maka membaca doa: SUBHAANAKALLAHUMMA WA BIHAMDIKA ASYHADU ALLAA ILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA A TUUBU ILAIK. (“Maha Suci ENgkau ya Allah dengan segala keterpujian-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu. (HR At Tirmidzi, An Nasa’i, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

Sunnah Sebelum Tidur

  1. Membaca do’a sebelum tidur
  2. Menggabungkan kedua telapak tangannya kemudian meniup pada keduanya lalu membaca surah AL Ikhlash, Surah Al Falaq dan Surah An Nas. Kemudian mengusap kedua tangannya itu ke semua badannya yang dapat dijangkaunya, mulai dari bagian atas kepalanya kemudian wajahnya, lalu bagian depan tubuhnya. Ia mengulangi hal tersebut sebanyak tiga kali. (HR Bukhari)
  3. Membaca ayat Kursi agar syetan tidak mendekatinya
  4. Membaca dua ayat terakhir dari Surah Al Baqarah
  5. “Apabila engkau dating ke tempat tidurmu maka berwudhulah.”
  6. “Kemudian setelah itu, tidurlah di atas bagian badanmu yang sebelah kanan (miring ke kanan).’ (HR Bukhari dan Muslim)
  7. “Rasulullah SAW apabila tidur, beliau meletakkan tangan kanannya di bawah pipinya.” (HR Abu Daud)
  8. “Apabila salah seorang kalian pergi ke tempat tidurnya, maka hendaknya ia mengirab (membersihkan) alas tidurnya. Sebab ia tidak tahu apa yang ada di baliknya.” (HR Bukhari Muslim)
  9. Membaca Surah Al Kafirun

Categories:

Kamis, 03 April 2008

MEMAKNAI BENCANA

B E N C A N A

SEBUAH PERINGATAN ZAMAN

Sesungguhnya taqwa adalah modal utama dalam mengharungi kehidupan ini untuk mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan abadi.
Kehidupan adalah perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Tanpa bekal dan modal yang cukup, kita tak akan dapat menyusuri jalan hidup ini dengan tenang dan selamat.
Memang hidup ini bukanlah jalan setapak, tetapi memanjang melingkar jagad. Jalannya rumit dan berliku, karena itu banyak orang yang tersesat. Hidup ini bagai lautan yang luas dan dalam, penuh dengan karang dan gelombang, karena itu banyak orang yang karam tenggelam.

Illustrasi dan perbandingan ini dikemukakan dimaksudkan untuk mempertegas dan memperjelas pernyataan Allah bahwa hidup adalah perjuangan dan sekaligus juga ujian. Karena itu ada yang lulus dan tidak sedikit yang gagal. Allah berfirman :

“Mahasuci Allah yang menggenggam kerajaan di tangan-NYA, dan DIA Maha Kuasa atas segala sesuatu. DIA yang menciptakan kehidupan dan kematian, untuk menguji kalian, siapa diantara kalian yang terbaik amalnya”.
(Q.s. al-Mulk 1-2).

“Apakah manusia mengira ia akan dibiarkan bergitu saja berkata: Kami beriman, padahal belum diuji. Sesungguhnya KAMI uji orang-orang terdahulu, agar Allah tahu siapa yang benar imannya dan siapa pula yang omong-kosong belaka”.
(Q.s. al-Ankabut 2-3).

Dengan adanya ujian maka dapat diketahui mana yang asli dan mana yang imitasi. Setelah diuji dapat diketahui mana emas murni dan mana pula yang cuma loyang. Setelah melalui ujian akan terlihat siapa yang lulus dan siapa yang gagal. Yang lulus adalah ia yang . . . . . . . . . . . . . . . . mereka yang terbaik amalnya dan yang terbanyak amal baiknya. Karena itulah, mereka yang banyak memperbuat kebaikan dalam hidup ini tentu akan lulus dan sampai ke tujuan. Sebaliknya, siapa yang terlalu sering berbuat kesalahan, kelalaian dan kerusakan, dia akan kandas di tengah perjalanan, atau malah mendapat kecelakaan. Allah dengan tegas menyuruh manusia untuk selalu membuat kebajikan dan jangan membuat kerusakan.

“Berbuat baiklah terhadap sesama hidup, sebagaimana Allah telah memperbuat kebaikan kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang suka berbuat kerusakan”.
(Q.s. al-Qashash : 77).

Kebaikan akan melahirkan kebaikan juga pada akhirnya, sedangkan kejahatan akan menimbulkan bala bencana tidak saja bagi pelakunya, melainkan juga bagi orang lain dan bagi alam lingkungannya.

“Dan peliharalah dirimu dari siksa (bencana) yang tidak hanya menimpa kepada orang yang zhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya”. (Q.s. al-Anfal : 25 ).

Kalau alam kini mulai menampakkan wajahnya yang tak ramah dan tingkahnya yang mengganas, kalau di tanah ini terjadi bencana, itu bukan karena Tuhan sudah bosan melihat tingkah kita, atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, tetapi itu semua terjadi karena kita yang suka berbuat dosa dan bangga dengan dosa-dosa, bahkan merasa tidak berdosa.

“Telah terjadi kerusakan di darat dan di laut, itu semua karena perbuatan tangan-tangan manusia. Supaya Allah menjadikan mereka sadar akan kesalahan perbuatan mereka, sehingga mereka kembali ke jalan yang benar”.
(Q.s. ar-Ruum : 41).

Kita dewasa ini sedang mengalami krisis dalam berbagai bidang; bidang politik, ekonomi, sosialo, budaya, bahkan juga krisis moral dan akhlak, krisis agama dan keimanan. Ada yang berpendapat bahwa krisis ini sebagai warisan dari kesalahanrezim masa lalu. Ada juga yang berpendapat karena ide reformasi dilaksanakan kebablasan. Ada yang berpendapat karena manajemen pemerintahan yang tidak efektif, dan sebagainya.

Sehubungan dengan hal ini, marilah kita menyegarkan kembali kesadaran kita dari tidurnya yang panjang, dengan membuka kembali peringatan Rasulullah saw. yang pernah disampaikan kepada para sahabat lebih 14 abad yang lampau, yang sebenarnya adalah juga peringatan untuk sepanjang zaman. Ia akan tetap relevan untuk segala zaman dan segala keadaan. Apalagi kalau peringatan itu berupa sinyal-sinyal untuk masa depan, maka hal itu haruslah menjadi titik perhatian.

Dalam salah satu hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah, Rasulullah bersabda :

“Bagaimana kalian apabila terjadi LIMA perkara dan aku berlindung kepada Allah mudah-mudahan yang lima pewrkara itu tidak terjadi pada kalian atau kalian tidak menjunmpainya”.

1. “Jika dalam suatu lingkungan kaum/masyarakat/bangsa, sudah tersebar luas jenis-jenis kemaksiatan, maka kepada kaum itu akan diturunkan berbagai jenis penyakit yang tidak pernah diderita oleh generasi sebelumnya”

Sekarang di negara kita memang sudah meluas berbagai jenis kemaksiatan. MO-LIMO, Main, perjudian hingga ke pelosok pedesaan, Minum, minuman keras merajalela tidak saja di kota dan diskotik, di desa dan di warung pinggir jalan juga tidak kurang jumlahnya. Madat, narkoba, sekarang pecandu dan pengedar sudahe kemana-mana, tiada hari tanpa berita narkoba dan sabu-sabu. Madon, pelacuran juga merambah kemana-mana seperti tak ada yang mampu membendungnya. Maling, merajalela, baik yang kasar dan terang-terangan sampai yang halus dan rapi bahkan intelek dalam bentuk korupsi, kolusi dan manipulasi. Maka mnyebarlah penyakit-penyalit diturunkan Allah sebagai adzab, yang belum pernah dikenal oleh generasi yang lalu, seperti kerusakan jaringan otak dan jiwa karena narkoba, penyakit Aids yang hingga kini belum ada obatnya. Inilah adzab di dunia, entah bagaimana pula nanti adzab di akhirat.

2. “Dan tidaklah kaum itu menahan zakat, melainkan ditahan oleh Allah turunnya hujan dari langit, andaikan tidak karena binatang ternah, tentu mereka tidak akan dihujani”

Jika yang kaya tidak membayarkan zakat, infak dan shadaqahnya, maka musim kemarau panjang akan datang. Jika saja bukan karena adanya hewan ternak, maka tiada hujan turun sama sekali. Jika orang-orang kaya enggan berzakat –yang menjadi kewajibannya sebagai seorang muslim- tentu apa lagi infak dan shadaqah yang sunat, pengusaha-pengusaha kaya enggan menyetor pajak, tak mau melunasi utangnya, maka krisis ekonomi akan terjadi, sehingga yang kaya semakin kaya dan memamerkan kekayaannya sementara yang miskin semakin miskin dan semakin terpuruk oleh kemiskinannya itu. Seandainya yang kaya –yang berharta- yang hartanya bermilyar-milyar mau berzakat, mau bershadaqah atau bersikap dermawan, kiranya tak akan ada keterpurukan seperti ini, mungkin kita tak perlu berhutang terlalu banyak kepada orang lain.

3. “Dan tidaklah kaum itu mengurangi takaran dan timbangan, melainkan mereka disiksa oleh Allah dengan kesengsaraan bertahun-tahun dan sukarnya kebutuhan hidup dan menyelewengnya penguasa”

Jika dalam masyarakat atau negara, para pedagang, para pengusaha, para pelaku ekonomi, melakukan penipuan –dalam takaran dan timbangan- maka akan ditimpakan kepada mereka masa paceklik, stok pangan kurang, dan penguasa suka berbuat curang dan menyelewengkan jabatan/kekuasaanya. Terjadinya penipuan dan penyelewengan baik oleh pengusaha ataupun penguasa, lantaran mulai hilangnya “kejujuran” yang merupakan tonggaknya keadilan dan kemakmuran. Kalau pengusaha berlaku tidak jujur terjadilah manipulasi, perdagangan/penebangan/penambangan liar yang illegal, yang karenanya perekonomian bangsa menjadi hancur. Dan makin sempurnalah kehancuran itu ketika penguasa juga tidak jujur dengan melakukan korupsi, kolusi, mark-up, fiktif, beking-bekingan, dan entah apa lagi namanya. Dan karena salah urus seperti inilah sehingga bangsa ini bak kata pepatah, ayam bertelur di lumbung mati kelaparan, itik berenang di sungai mati kehausan.

4. “Dan tidaklah pemimpin-pemimpin suatu negeri menghukum dengan selain kitab yang diturunkan oleh Allah, melainkan mereka akan dikuasai oleh musuh-musuh yang merampas kekuasaan dan kekayaan mereka”.

Jikalau pemimpin suatu bangsa –yang Muslim- tidak mau berpegang dengan kitabullah, dan memperturutkan hawa nafsunya yang rakus dan angkuh, serta suka berpikir pendek, maka orang lain atau bangsa lain yang kuat akan leluasa menjajah dan menjarah negeri ini dengan pongah dan kejamnya. Bagaimana dengan kita ? Jika pemimpin-pemimpin kita tidak lagi berpedoman kepada Kitabullah, mereka bahkan berpedoman dengan fanatik sekali kepada hawa nafsu dan ideologi materialis, bahkan mengandalkan hidup dan kekuasaanya sepenuhnya kepada hukum sekuler yang menyimpang dari kitab Allah, maka bersuburanlah korupsi dimana-mana, berkembanglah kehidupan permisif dan kecintaan kepada materi dan dunia yang bersangatan, yang pada akhirnya terjebak kepada jaringan kapitalisme dan membawa negara dan rakyatnya masuk kedalam lilitan hutang yang berkepanjangan serta berada dibawah kendali orang/bangsa lain yang kuat yang menjadi “pasukan tentara pendudukan” atau imperialisme/penjajahan baru . Dalam bahasa Rasul di sebutkan beliau dengan istilah : “ghalabati dayni wa qahri rijal”.

5. “Dan tidaklah mereka itu menyia-nyiakan kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya, melainkan Allah menjadikan bahaya/permusuhan diantara mereka sendiri”.

Jikalau suatu masyarakat bangsa sudah tidak lagi mempedulikan hukum-hukum Tuhan, tidak lagi mematuhi perintah Allah dan petunjuk Rasul-Nya, maka mereka akan ditimpa kejahatan diantara mereka sendiri. Tumbuhlah perpecahan, perseteruan, perkelahian dan kerusuhan , bahkan lebih dari itu berkembanglah kekerasan yang anarkis, saling tuduh, saling bunuh dan balas dendam diantara sesama anak bangsa. Dalam keadaan seperti ini, sepertinya tak ada lagi yang bisa mencegah, tak ada lagi yang dapat menahan, sampai akhirnya masyarakat bangsa itu hancur berkeping-keping, tak ada satupun yang untung, kalah jadi abu menang jadi arang.

Lima perkara itulah yang menyebabkan suatu negeri mengalami kekacauan, banyak penyakit yang melanda dan berbahaya, krisis ekonomi berkepanjangan dan persatuan yang tercabik-cabik oleh permusuhan dan penghianatan sesama anak bangsa. Makanya Rasulullah berdoa, agar para sahabat tidak mengalami dan menjumpai keadaan seperti yang demikian itu.

Adakah kelima perkara ini kita temui dalam kehidupan masyarakat bangsa kita ? Adakah peringatan Rasul ini sudah sampai ketelinga kita, orang sekarang ini ?

Kami berlindung kepada-Mu ya Allah, dari segala bala bencana seperti itu.

Untuk menyelamatkan diri dari datangnya cobaan dan bala seperti itu, maka satu-satunya cara adalah umat harus berbenah diri, membenahi keadaan masyarakat dengan cara meminimilisir perkara-perkara yang dapat “mengundang” datangnya bala seperti yang disinyalir oleh Rasulullah dalam hadits diatas.

1. Menghilangkan, memberantas segala bentuk kemaksiatan dan kemunkaran.

“Barangsiapa melihat suatu kemunkaran hendaklah ia mencegah dengan tangannya. Jika tidak mampu (dengan tangan) hendaklah dengan lidah. Jika tidak mampu juga (dengan lidah) hendaklah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman” (H.r. Muslim).

Upaya membasmi kemunkaran dan kemaksiatan adalah tanggung jawab bersama bersama –secara profesional dan proporsiaonal- bukan orang-seorang atau kelompok tertentu saja. Karena itu kita menyambut gembira dan positif adanya gerakan memberantas kemaksiatan dan penyakit masyarakat GARUSIKAT, dan kita berharap dan ingin melihat, adakah gerakan itu didukung oleh semua pihak. Semoga tidak ada orang –atau aparat- yang malah menghadang dan mengecamnya, hanya karena kepentingan dan kesenangannya terusik. Mudah-mudahan tidak.

2. Menggalakkan kesadaran mengeluarkan Zakat, Infaq dan Shadaqah.

Hal ini dilakukan dengan tidak henti-hentinya memberikan penyuluhan dan sosialisasi tentang zakat, infaq dan shadaqah, disertai dengan usaha menata badan yang mengurusi zakat (mengambil, mengumpul dan menyalurkannya kepada yang berhak) secara profesional dan proporsional serta dengan manajemen yang baik dan efektif.

3. Mewujudkan dan menyadarkan para pedagang/pelaku ekonomi agar berlaku jujur dan jangan berlaku curang (illegal) atau menipu, yang dicontohkan dengan mengurangi ukuran, takaran dan timbangan. Berdagang dengan curang dan menipu akan merugikan orang lain dan diri sendiri yang kelak akan disiksa oleh Allah dalam neraka.

"Celakalah bagi mereka yang curang, yaitu mereka yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta sempurna, dan apabila menakar atau menimbang untuk orang lain mereka menguranginya” (Q.s. al-Muthaffifin : 1-3 ).

4. Menegakkan hukum Allah dalam kehidupan sehari-hari untuk menciptakan masyarakat yang Islami, masyarakat Madani. Apabila kehidupan sehari-hari lepas dari kendali agama, bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiah, tidak bersumber dari nilai-nilai Islam, akan terjadilah kekafiran, kezhaliman dan kefasiqan.

“Siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan Allah, mereka itu adalah orang-orang kafir (44). Siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan Allah, mereka itu adalah orang-orang zhalim (45). Siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan Allah, mereka itu adalah orang-orang fasiq (47)”. (Q.s. al-Ma’idah : 44, 45, dan 47).

5. Selalu berusaha secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk mempelajari –mengaji dan mengkaji- dan menghayati ajaran dan nilai-nilai al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sehingga dapat menjadi pegangan hidup yang dapat menghantarkan menuju kebahagiaan yang hakiki.

Hanya dengan kesungguhan kita bersama untuk menerapkan, mengembangkan dan memantapkan kelima perkara diatas diharapkan akan terwujud masyarakat Islami dan kehidupan yang taqwa. Dan hanya dengan Iman dan Taqwa, kita memperoleh keberkatan hidup duniawi dan kebahagiaan hidup di akhirat nanti. Insya Allah.

“Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa,

pastilah Kami limpahkan kepada mereka barakah

dari langit dan dari bumi.

Akan tetapi mereka mendustakan

(ayat-ayat Kami)

maka Kami siksa mereka

disebabkan perbuatannya itu”

(Q.s. al-A’raf : 96 ).

Banjarbaru, Januari 2008

AHMAD KUSASI

Pemerhati masalah keagamaan, kemasyarakatan, dan pendidikan

Tinggal di Banjarbaru

e-mail: kusasi@yahoo.com

blog: dadampar.blogspot.com

CINTA RASUL

NABI BARU

KITA MEMANG TAK PERLU

sebuah catatan di akhir maulid

Muhammad SAW, sebagai manusia lainya, juga harus wafat. Setelah beliau wafat, haruskah manusia kembali menjadi kafir ?

Dalam perkembangan dunia yang semakin meju dan rumit ini, apa tidakkah kita memerlukan “nabi baru” dengan ajaran-ajaran yang juga baru ?

Kedua pertanyaan ini rasanya wajar dikemukakan sebelum kita mengakhiri dan meninggalkan bulan Maulid.

Dalam salah satu bagian bukunya (Pergolakan Pemikiran Islam) alm. Ahmad Wahib mengungkapkan: ”Seandainya Nabi Muhammad SAW hadir dalam kehidupan dunia sekarang, barangkali beliau akan banyak sekali merubah hadits-hadits yang telah beliau ucapkan dahulu”.

Disamping itu, dekade demi dekade selalu saja ada orang yang mengaku nabi (mengaku menerima wahyu) dengan membawa ajaran-ajaran baru yang ”beda” dengan ajaran yang sudah ada. Dan lagi pula yang menjadi pengikutnya banyak.

Memang, inilah hal yang kadang mengundang renungan bagi kita. Muhammad Rasulullah SAW diutus ketengah manusia sebagai Penghulu sekalian Rasul (sayyidil-mursalin) dan Penutup sekalian Nabi (khataman-nabiyyin). Penetapan yang mutlak Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul Terakhir mengandung makna bahwa tidak ada lagi nabi dan rasul ”baru” sesudah beliau. Dan tidak ada lagi ”ajaran” baru yang dengan dan atas nama wahyu.

Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang mendasari konsep Nabi Terakhir ini. Pertama: Muhammad SAW adalah Rasul Penutup. Memang kehadiran Rasul bukan cuma untuk menerima dan menyampaikan wahyu. Kehadiran Rasul adalah bagian yang tak terpisahkan dari Tuhan dan Agama itu sendiri. Adalah sangat menarik untuk mengikuti pikiran Ali Shariati tentang masalah ini. Ia mengajukan perbandingan sosiologis kehadiran Kaisar, Filosof, dan Rasul. Kaisar digambarkan sebagai sebuah wajah yang kasar, bengis dan selalu siap dengan pedang telanjang. Gambaran filosof agak berbeda, berpandangan jernih, terpelajar dan terhormat. Ia bergairah untuk memahami kebenaran alam semesta, karena itu sering melahirkan pikiran-pikiran yang ”ganjil”. Tetapi bisa juga seorang filosof adalah menifestasi kehadiran kaisar, berada dalam kelompok dan sistem istana, serta mengambil jarak dengan rakyat jelata. Adapun ’Rasul’ tampil dengan wajah yang lain sama sekali. Akrab dan bersahabat dan lebih mengungkapkan kesetiaan kepada kebenaran dan keikhlasan, daripada keluarbiasaan dan kekuasaan. Merekalah penguasa hati tanpa penentang, dan mereka berasal dari tingkat bawah, kelas akar rumput (grass-root level). Demikianlah Ibrahim, anak tukang batu, muncul dengan kapak sebagai simbol penentangan terhadap dominasi agama berhala. Musa dengan baju compang-camping dan memegang tongkat di tangan, muncul menentang Fir’aun. Isa bin Maryam, pemuda yang kesepian dan tanpa status sosial, mengumumkan perang dengan Roma. Dan Muhammad SAW anak yatim piatu, yang buta huruf, penggembala domba, tampil menyeru dan menuntun umat menuju kepada kemenangan dan kebahagiaan yang sejati.

Dari semua itu, Muhammad SAW adalah puncaknya sekalian rasul dan penutup sekalian nabi. Sebagai Rasul Penutup, Muhammad SAW diutus untuk seluruh umat manusia. Rasul-rasul yang lain sebelum beliau hanyalah ”nabi lokal” untuk kelompok umat tertentu saja. Hud as. Diutus untuk kaum ’Aad, Syu’aib diutus untuk kaum Madyan, Shaleh as. Diutus untuk kaum Tsaamud, Musa as. Diutus untuk Bani Isra’il. Mereka diutus khusus untuk tiap kelompok (kaum), karena antara satu kelompok dengan kelompok yang lain belum terbentang garis-hubung yang mempertemukan dan memperkenalkan mereka, sehingga seorang Rasul tidak mungkin diutus untuk berbagai kaum yang terpencar dan tidak saling bertemu. Lain halnya dengan Muhammad SAW. Pada masa kehidupan beliau hubungan antar bangsa dan negara serta benua telah terbentang jauh. Antara Arab, Spanyol dan Cina sudah terjalin suatu hubungan dagang dan kebudayaan. Negeri Cina sudah dikenal oleh Muhammad SAW seperti terlihat dalam sabda beliau, ”Tuntutlah ilmu walau (sampai) ke negeri Cina”. Dalam suasana dan sarana seperti ini sudah barang tentu suatu ajaran yang muncul di suatu bagian negeri akan dapat merambat dan mengembang samapai ke bagian bumi yang lain, makin lama makin cepat.

Kedua: Wahyu dari Allah sudah sempurna di turunkan ke tangan Muhammad SAW. Sempurna dalam artian cukup untuk jadi pegangan, tak kurang suatu apa, baik yang termaktub dalam Al-Qur’an maupun melaluiSunnah Rasul. Asalkan kita berpegang teguh kepada keduanya, niscaya tidak akan sesat selamanya, begitu diwasiatkan oleh Baginda Rasul sebelum beliau wafat. Pernyataan ”sempurna” mengandung arti bahwa ’agama’ yang telah ada mampu berhadapan dengan berbagai aliran pikiran, mampu bertahan dalam segala zaman dan keadaan. Disamping itu, dalam upaya menyampaikan wahyu, Muhammad SAW berbeda dengan Rasul-rasul yang lain. Para Rasul biasanya menggunakan mukjizat, berupa kekuatan supra-natural, untuk menanamkan kepercayan umatnya terhadap ajaran-ajaran yang disampaikan. Musa as. dengan kesaktian ’tongkat’nya, Sulaiman as. dengan ilmu dan kerajaannya, dan Isa as. dapat menyembuhkan setiap penyakit, bahkan dapat menghidupkan orang yang sudah mati. Muhammad SAW berbeda. Beliau berusaha untuk tidak menggunakan ’kekuatan’ itu. Bahkan Muhammad SAW menolak untuk menggunakanya ketika terjadi peristiwa hijrah ke Thaif. Jibril as. menawarkan diri untuk menghancurkan masyarakat Thaif dengan sekali gebrak. Muhammad SAW malah menjawab, ”Jangan ya Jibril. Mereka menolakku sekarang, tapi siapa tahu anak cucu mereka nanti akan sadar dan mau menerima Islam”. Itulah Muhammad SAW seorang Rasul yang percaya pada dialog dan kebenaran yang dibawa beliau. Beliau hanya membawa ’satu mukjizat’ besar, yaitu Al-Qur’an. Dengan demikian Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW muncul sebagai suatu agama yang sempurna, dewasa, dan terbuka.

Ketiga: Nabi baru sesudah Muhammad SAW untuk zaman sekarang dan juga yang akan datang tidak diperlukan lagi, karena ”Ulama dari umatku sudah setingkat dengan nabi Bani Israil” begitu ditegaskan oleh Rasulullah. Dan beliau juga bersabda, ”Ulama itu pewaris para Nabi”. Untuk menjaga keselamatan hidup dan menghadapi segala bentuk tantangan dan rintangan dalam perjalanan di dunia ini, Rasul cukup meninggalkan senjata pusaka yaitu Al-Qur’an dan Sunnah-Rasul, sedangkan ”Ulama” adalah Pewaris Para Nabi. Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah dua senjata pusaka yang sakti, sedang Ulama adalah bagai ’jagoan’ yang pandai menggunakan senjata itu dan menguasai/mewarisi jurus-jurus yang diajarkan oleh Rasul Junjungan. Oleh karena itu, jika kita ingin memahami dan mengamalkan dengan baik dan benar isi kandungan dan nilai-nilai Al-Qur’an dan as-Sunnah, sepantasnyalah beklajar dan berguru kepada ’Ulama’. Tidak boleh asal ambil dan asal pakai semaunya tanpa pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Tidak asal pakai, sebab salah-salah bisa senjata makan tuan. Karena itulah wanti-wanti Rasulullah bersabda, ”Belajarlah dengan ’guru’, jika anda belajar tidak dengan guru maka iblis lah gurunya”.

Yang juga penting untuk diperbincangkan adalah pengertian yang terkandung dari kata ”ulama” itu sendiri. Ulama berarti orang yang berilmu. Makna ini mengandung dikhotomi yang sangat kuat, ’ulama’ di satu segi dan ’cendekiawan’ disisi lainya. Dalam beberapa hal tampak adanya perbedaan antara ulama dengan cendekiawan. ’Ulama’ adalah figur yang menguasai banyak tentang ilmu-ilmu ”agama”, tafsir, hadits, fiqih, ushul-fiqih, dan sebagainya. Adapun cendekiawan adalah tokoh yang memiliki keahlian dalam ilmu-ilmu ”dunia”, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan sebagainya. Selain itu, ada segi lain lagi yang tampaknya berbeda, ’ulama’ makin dalam ilmunya menjadi makin ”tawadhu”, karena itu sering dikatakan ilmunya ’dalam’- jauh ke bawah. Setiap selesai berbicara tentang fiqih sebagai bidang keahliannya yang menonjol, Imam Syafi’e selalu berkata, ”Ini adalah ijtihadku semata, jika ada pendapat lain yang lebih benar, itulah yang paling patut untuk diikuti”. Sedangkan cendekiawan -maaf, tidak semua- makin tinggi ilmunya menjadi makin besar kepalanya, karena itu sering dikatakan ilmunya ’tinggi’- jauh ke atas. Ia merasa pendapatnyalah yang paling benar, orang lain salah melulu. Orang seperti ini biasanya menghadapi orang lain selalu melemparkan hujatan tetapi tak pernah memberi solusi.

Dalam keadaan yang berbeda banyak, ulama dan cendekiawan mempunyai kedudukan, peran dan tanggung jawab yang sama dalam upaya pembangunan dan pembinaan bangsa membentuk manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Idealnya memang ’ulama’ dan ’cendekiawan’ menyatu dalam satu tubuh dan satu kepala. Akan tetapi di zaman seperti sekarang ini hal itu tidak mungkin. Karena itu yang diperlukan sekarang adalah adanya ”jembatan” untuk mempertemukan keduanya. Untuk itu pihak ”umara” adalah pihak yang berkepentingan melakukan hal itu, membangun jembatan atau menjadi jembatan itu sendiri, agar kehidupan berjalan lancar, aman dan nyaman.

Dengan persepsi inilah barang kali kita dapat menangkap makna sabda Rasulullah Muhammad SAW,

”Di tengah umat ini ada dua kelompok, yang apabila kedua kelompok ini baik maka akan baiklah seluruh umat, dan apabila kedua kelompok ini rusak, pastilah rusak pula umat ini secara keseluruhan, mereka itu adalah ’ulama’ dan ’umara’.

Banjarbaru, R.awwal 1428 H / April 2008
Ahmad Kusasi