Kamis, 03 April 2008

MEMAKNAI BENCANA

B E N C A N A

SEBUAH PERINGATAN ZAMAN

Sesungguhnya taqwa adalah modal utama dalam mengharungi kehidupan ini untuk mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan abadi.
Kehidupan adalah perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Tanpa bekal dan modal yang cukup, kita tak akan dapat menyusuri jalan hidup ini dengan tenang dan selamat.
Memang hidup ini bukanlah jalan setapak, tetapi memanjang melingkar jagad. Jalannya rumit dan berliku, karena itu banyak orang yang tersesat. Hidup ini bagai lautan yang luas dan dalam, penuh dengan karang dan gelombang, karena itu banyak orang yang karam tenggelam.

Illustrasi dan perbandingan ini dikemukakan dimaksudkan untuk mempertegas dan memperjelas pernyataan Allah bahwa hidup adalah perjuangan dan sekaligus juga ujian. Karena itu ada yang lulus dan tidak sedikit yang gagal. Allah berfirman :

“Mahasuci Allah yang menggenggam kerajaan di tangan-NYA, dan DIA Maha Kuasa atas segala sesuatu. DIA yang menciptakan kehidupan dan kematian, untuk menguji kalian, siapa diantara kalian yang terbaik amalnya”.
(Q.s. al-Mulk 1-2).

“Apakah manusia mengira ia akan dibiarkan bergitu saja berkata: Kami beriman, padahal belum diuji. Sesungguhnya KAMI uji orang-orang terdahulu, agar Allah tahu siapa yang benar imannya dan siapa pula yang omong-kosong belaka”.
(Q.s. al-Ankabut 2-3).

Dengan adanya ujian maka dapat diketahui mana yang asli dan mana yang imitasi. Setelah diuji dapat diketahui mana emas murni dan mana pula yang cuma loyang. Setelah melalui ujian akan terlihat siapa yang lulus dan siapa yang gagal. Yang lulus adalah ia yang . . . . . . . . . . . . . . . . mereka yang terbaik amalnya dan yang terbanyak amal baiknya. Karena itulah, mereka yang banyak memperbuat kebaikan dalam hidup ini tentu akan lulus dan sampai ke tujuan. Sebaliknya, siapa yang terlalu sering berbuat kesalahan, kelalaian dan kerusakan, dia akan kandas di tengah perjalanan, atau malah mendapat kecelakaan. Allah dengan tegas menyuruh manusia untuk selalu membuat kebajikan dan jangan membuat kerusakan.

“Berbuat baiklah terhadap sesama hidup, sebagaimana Allah telah memperbuat kebaikan kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang suka berbuat kerusakan”.
(Q.s. al-Qashash : 77).

Kebaikan akan melahirkan kebaikan juga pada akhirnya, sedangkan kejahatan akan menimbulkan bala bencana tidak saja bagi pelakunya, melainkan juga bagi orang lain dan bagi alam lingkungannya.

“Dan peliharalah dirimu dari siksa (bencana) yang tidak hanya menimpa kepada orang yang zhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya”. (Q.s. al-Anfal : 25 ).

Kalau alam kini mulai menampakkan wajahnya yang tak ramah dan tingkahnya yang mengganas, kalau di tanah ini terjadi bencana, itu bukan karena Tuhan sudah bosan melihat tingkah kita, atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, tetapi itu semua terjadi karena kita yang suka berbuat dosa dan bangga dengan dosa-dosa, bahkan merasa tidak berdosa.

“Telah terjadi kerusakan di darat dan di laut, itu semua karena perbuatan tangan-tangan manusia. Supaya Allah menjadikan mereka sadar akan kesalahan perbuatan mereka, sehingga mereka kembali ke jalan yang benar”.
(Q.s. ar-Ruum : 41).

Kita dewasa ini sedang mengalami krisis dalam berbagai bidang; bidang politik, ekonomi, sosialo, budaya, bahkan juga krisis moral dan akhlak, krisis agama dan keimanan. Ada yang berpendapat bahwa krisis ini sebagai warisan dari kesalahanrezim masa lalu. Ada juga yang berpendapat karena ide reformasi dilaksanakan kebablasan. Ada yang berpendapat karena manajemen pemerintahan yang tidak efektif, dan sebagainya.

Sehubungan dengan hal ini, marilah kita menyegarkan kembali kesadaran kita dari tidurnya yang panjang, dengan membuka kembali peringatan Rasulullah saw. yang pernah disampaikan kepada para sahabat lebih 14 abad yang lampau, yang sebenarnya adalah juga peringatan untuk sepanjang zaman. Ia akan tetap relevan untuk segala zaman dan segala keadaan. Apalagi kalau peringatan itu berupa sinyal-sinyal untuk masa depan, maka hal itu haruslah menjadi titik perhatian.

Dalam salah satu hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah, Rasulullah bersabda :

“Bagaimana kalian apabila terjadi LIMA perkara dan aku berlindung kepada Allah mudah-mudahan yang lima pewrkara itu tidak terjadi pada kalian atau kalian tidak menjunmpainya”.

1. “Jika dalam suatu lingkungan kaum/masyarakat/bangsa, sudah tersebar luas jenis-jenis kemaksiatan, maka kepada kaum itu akan diturunkan berbagai jenis penyakit yang tidak pernah diderita oleh generasi sebelumnya”

Sekarang di negara kita memang sudah meluas berbagai jenis kemaksiatan. MO-LIMO, Main, perjudian hingga ke pelosok pedesaan, Minum, minuman keras merajalela tidak saja di kota dan diskotik, di desa dan di warung pinggir jalan juga tidak kurang jumlahnya. Madat, narkoba, sekarang pecandu dan pengedar sudahe kemana-mana, tiada hari tanpa berita narkoba dan sabu-sabu. Madon, pelacuran juga merambah kemana-mana seperti tak ada yang mampu membendungnya. Maling, merajalela, baik yang kasar dan terang-terangan sampai yang halus dan rapi bahkan intelek dalam bentuk korupsi, kolusi dan manipulasi. Maka mnyebarlah penyakit-penyalit diturunkan Allah sebagai adzab, yang belum pernah dikenal oleh generasi yang lalu, seperti kerusakan jaringan otak dan jiwa karena narkoba, penyakit Aids yang hingga kini belum ada obatnya. Inilah adzab di dunia, entah bagaimana pula nanti adzab di akhirat.

2. “Dan tidaklah kaum itu menahan zakat, melainkan ditahan oleh Allah turunnya hujan dari langit, andaikan tidak karena binatang ternah, tentu mereka tidak akan dihujani”

Jika yang kaya tidak membayarkan zakat, infak dan shadaqahnya, maka musim kemarau panjang akan datang. Jika saja bukan karena adanya hewan ternak, maka tiada hujan turun sama sekali. Jika orang-orang kaya enggan berzakat –yang menjadi kewajibannya sebagai seorang muslim- tentu apa lagi infak dan shadaqah yang sunat, pengusaha-pengusaha kaya enggan menyetor pajak, tak mau melunasi utangnya, maka krisis ekonomi akan terjadi, sehingga yang kaya semakin kaya dan memamerkan kekayaannya sementara yang miskin semakin miskin dan semakin terpuruk oleh kemiskinannya itu. Seandainya yang kaya –yang berharta- yang hartanya bermilyar-milyar mau berzakat, mau bershadaqah atau bersikap dermawan, kiranya tak akan ada keterpurukan seperti ini, mungkin kita tak perlu berhutang terlalu banyak kepada orang lain.

3. “Dan tidaklah kaum itu mengurangi takaran dan timbangan, melainkan mereka disiksa oleh Allah dengan kesengsaraan bertahun-tahun dan sukarnya kebutuhan hidup dan menyelewengnya penguasa”

Jika dalam masyarakat atau negara, para pedagang, para pengusaha, para pelaku ekonomi, melakukan penipuan –dalam takaran dan timbangan- maka akan ditimpakan kepada mereka masa paceklik, stok pangan kurang, dan penguasa suka berbuat curang dan menyelewengkan jabatan/kekuasaanya. Terjadinya penipuan dan penyelewengan baik oleh pengusaha ataupun penguasa, lantaran mulai hilangnya “kejujuran” yang merupakan tonggaknya keadilan dan kemakmuran. Kalau pengusaha berlaku tidak jujur terjadilah manipulasi, perdagangan/penebangan/penambangan liar yang illegal, yang karenanya perekonomian bangsa menjadi hancur. Dan makin sempurnalah kehancuran itu ketika penguasa juga tidak jujur dengan melakukan korupsi, kolusi, mark-up, fiktif, beking-bekingan, dan entah apa lagi namanya. Dan karena salah urus seperti inilah sehingga bangsa ini bak kata pepatah, ayam bertelur di lumbung mati kelaparan, itik berenang di sungai mati kehausan.

4. “Dan tidaklah pemimpin-pemimpin suatu negeri menghukum dengan selain kitab yang diturunkan oleh Allah, melainkan mereka akan dikuasai oleh musuh-musuh yang merampas kekuasaan dan kekayaan mereka”.

Jikalau pemimpin suatu bangsa –yang Muslim- tidak mau berpegang dengan kitabullah, dan memperturutkan hawa nafsunya yang rakus dan angkuh, serta suka berpikir pendek, maka orang lain atau bangsa lain yang kuat akan leluasa menjajah dan menjarah negeri ini dengan pongah dan kejamnya. Bagaimana dengan kita ? Jika pemimpin-pemimpin kita tidak lagi berpedoman kepada Kitabullah, mereka bahkan berpedoman dengan fanatik sekali kepada hawa nafsu dan ideologi materialis, bahkan mengandalkan hidup dan kekuasaanya sepenuhnya kepada hukum sekuler yang menyimpang dari kitab Allah, maka bersuburanlah korupsi dimana-mana, berkembanglah kehidupan permisif dan kecintaan kepada materi dan dunia yang bersangatan, yang pada akhirnya terjebak kepada jaringan kapitalisme dan membawa negara dan rakyatnya masuk kedalam lilitan hutang yang berkepanjangan serta berada dibawah kendali orang/bangsa lain yang kuat yang menjadi “pasukan tentara pendudukan” atau imperialisme/penjajahan baru . Dalam bahasa Rasul di sebutkan beliau dengan istilah : “ghalabati dayni wa qahri rijal”.

5. “Dan tidaklah mereka itu menyia-nyiakan kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya, melainkan Allah menjadikan bahaya/permusuhan diantara mereka sendiri”.

Jikalau suatu masyarakat bangsa sudah tidak lagi mempedulikan hukum-hukum Tuhan, tidak lagi mematuhi perintah Allah dan petunjuk Rasul-Nya, maka mereka akan ditimpa kejahatan diantara mereka sendiri. Tumbuhlah perpecahan, perseteruan, perkelahian dan kerusuhan , bahkan lebih dari itu berkembanglah kekerasan yang anarkis, saling tuduh, saling bunuh dan balas dendam diantara sesama anak bangsa. Dalam keadaan seperti ini, sepertinya tak ada lagi yang bisa mencegah, tak ada lagi yang dapat menahan, sampai akhirnya masyarakat bangsa itu hancur berkeping-keping, tak ada satupun yang untung, kalah jadi abu menang jadi arang.

Lima perkara itulah yang menyebabkan suatu negeri mengalami kekacauan, banyak penyakit yang melanda dan berbahaya, krisis ekonomi berkepanjangan dan persatuan yang tercabik-cabik oleh permusuhan dan penghianatan sesama anak bangsa. Makanya Rasulullah berdoa, agar para sahabat tidak mengalami dan menjumpai keadaan seperti yang demikian itu.

Adakah kelima perkara ini kita temui dalam kehidupan masyarakat bangsa kita ? Adakah peringatan Rasul ini sudah sampai ketelinga kita, orang sekarang ini ?

Kami berlindung kepada-Mu ya Allah, dari segala bala bencana seperti itu.

Untuk menyelamatkan diri dari datangnya cobaan dan bala seperti itu, maka satu-satunya cara adalah umat harus berbenah diri, membenahi keadaan masyarakat dengan cara meminimilisir perkara-perkara yang dapat “mengundang” datangnya bala seperti yang disinyalir oleh Rasulullah dalam hadits diatas.

1. Menghilangkan, memberantas segala bentuk kemaksiatan dan kemunkaran.

“Barangsiapa melihat suatu kemunkaran hendaklah ia mencegah dengan tangannya. Jika tidak mampu (dengan tangan) hendaklah dengan lidah. Jika tidak mampu juga (dengan lidah) hendaklah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman” (H.r. Muslim).

Upaya membasmi kemunkaran dan kemaksiatan adalah tanggung jawab bersama bersama –secara profesional dan proporsiaonal- bukan orang-seorang atau kelompok tertentu saja. Karena itu kita menyambut gembira dan positif adanya gerakan memberantas kemaksiatan dan penyakit masyarakat GARUSIKAT, dan kita berharap dan ingin melihat, adakah gerakan itu didukung oleh semua pihak. Semoga tidak ada orang –atau aparat- yang malah menghadang dan mengecamnya, hanya karena kepentingan dan kesenangannya terusik. Mudah-mudahan tidak.

2. Menggalakkan kesadaran mengeluarkan Zakat, Infaq dan Shadaqah.

Hal ini dilakukan dengan tidak henti-hentinya memberikan penyuluhan dan sosialisasi tentang zakat, infaq dan shadaqah, disertai dengan usaha menata badan yang mengurusi zakat (mengambil, mengumpul dan menyalurkannya kepada yang berhak) secara profesional dan proporsional serta dengan manajemen yang baik dan efektif.

3. Mewujudkan dan menyadarkan para pedagang/pelaku ekonomi agar berlaku jujur dan jangan berlaku curang (illegal) atau menipu, yang dicontohkan dengan mengurangi ukuran, takaran dan timbangan. Berdagang dengan curang dan menipu akan merugikan orang lain dan diri sendiri yang kelak akan disiksa oleh Allah dalam neraka.

"Celakalah bagi mereka yang curang, yaitu mereka yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta sempurna, dan apabila menakar atau menimbang untuk orang lain mereka menguranginya” (Q.s. al-Muthaffifin : 1-3 ).

4. Menegakkan hukum Allah dalam kehidupan sehari-hari untuk menciptakan masyarakat yang Islami, masyarakat Madani. Apabila kehidupan sehari-hari lepas dari kendali agama, bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiah, tidak bersumber dari nilai-nilai Islam, akan terjadilah kekafiran, kezhaliman dan kefasiqan.

“Siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan Allah, mereka itu adalah orang-orang kafir (44). Siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan Allah, mereka itu adalah orang-orang zhalim (45). Siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan Allah, mereka itu adalah orang-orang fasiq (47)”. (Q.s. al-Ma’idah : 44, 45, dan 47).

5. Selalu berusaha secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk mempelajari –mengaji dan mengkaji- dan menghayati ajaran dan nilai-nilai al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sehingga dapat menjadi pegangan hidup yang dapat menghantarkan menuju kebahagiaan yang hakiki.

Hanya dengan kesungguhan kita bersama untuk menerapkan, mengembangkan dan memantapkan kelima perkara diatas diharapkan akan terwujud masyarakat Islami dan kehidupan yang taqwa. Dan hanya dengan Iman dan Taqwa, kita memperoleh keberkatan hidup duniawi dan kebahagiaan hidup di akhirat nanti. Insya Allah.

“Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa,

pastilah Kami limpahkan kepada mereka barakah

dari langit dan dari bumi.

Akan tetapi mereka mendustakan

(ayat-ayat Kami)

maka Kami siksa mereka

disebabkan perbuatannya itu”

(Q.s. al-A’raf : 96 ).

Banjarbaru, Januari 2008

AHMAD KUSASI

Pemerhati masalah keagamaan, kemasyarakatan, dan pendidikan

Tinggal di Banjarbaru

e-mail: kusasi@yahoo.com

blog: dadampar.blogspot.com

Tidak ada komentar: