Selasa, 25 Maret 2008

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PROGRAM KEMITRAAN

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PROGRAM KEMITRAAN

Latar Belakang.

Penjaminan mutu pendidikan muncul sebagai satu isu terpenting dalam kebijakan pendidikan nasional belakangan ini, khususnya pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Kebijakan ini dipandang sejalan dengan grand scenario desentralisasi pendidikan yang berimplikasi pada kebutuhan akan standar-standar pelayanan minimal.

Sebagaimana diketahui, pendidikan merupakan salah satu sektor yang didesentralisasikan, sehingga menjadi wewenang tingkat Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan sistem pendidikan nasional di daerah. Namun demikian jikalau pelaksanaan desentralisasi pendidikan tanpa disertai adanya standar-standar pelayanan dikuatirkan akan berpengaruh besar terhadap kualitas pelayanan pendidikan sebagai bagian dari pelayanan publik.

Dalam disentralisasi akan terjadi berbagai variasi dalam pencapaian mutu pendidikan antara masing-masing daerah kabupaten/kota yang disebabkan antara lain oleh visi masing-masing kepala daerah dan jajarannya, serta kapasitas sumber-sumber daya pendidikan.

Aspek mutu harus dapat dikendalikan dalam pelaksanaan desentralisasi tersebut. Implementasi desentralisasi tidak boleh mengabaikan mutu, bahkan harus berupaya memperbaiki mutu pendidikan. Desentralisasi harus mendukung peningkatan mutu pendidikan.

Pengertian Mutu Pendidikan.

Terdapat berbagai batasan tentang mutu pendidikan. Salah satu diantaranya adalah ”Mutu pendidikan adalah kemampuan sistem pendidikan, baik secara manajerial maupun teknis profesional, untuk meningkatkan kemampuan belajar” (Suryadi, 1992).

Batasan tersebut mengandung arti bahwa sekolah-sekolah -sebagai lembaga pendidikan- harus mampu mendayagunakan segenap sumberdaya pendidikan sebesar-besarnya untuk meningkatkan kemampuan belajar, baik kemampuan belajar murid, guru, pengelola, maupun kemampuan sekolah secara keseluruhan.

Disamping itu terdapat pula batasan lain, yakni : ”Pendidikan dinyatakan sudah bermutu apabila seluruh peserta didik yang mengikuti suatu satuan program pendidikan pada jenis dan jenjang tertentu sudah mencapai standar yang telah ditetapkan untuk satuan program tersebut” (Yahya Umar, 1933). Yang dimaksudkan dengan standar adalah apabila jenis dan tingkat kemampuan akademik, keterampilan serta kepribadian yang diharapkan sudah dicapai oleh peserta didik setelah selesai mengikuti satuan program tertentu.

Misi Sekolah.

Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan formal adalah sebuah masyarakat kecil (mini society) yang menjadi wahana pengembangan siswa, bukan sekedar birokrasi yang sarat dengan beban-beban administrasi. Aktivitas yang ada di dalamnya adalah proses pelayanan jasa, bukan proses produksi barang. Sekolah bukanlah komoditi material melainkan invastasi immaterial.

Di sekolah, siswa adalah pelanggan (client) yang datang ke sekolah untuk mendapatkan pelayanan, bukan bahan mentah yang akan dicetak menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Sekolah bukan pabrik, melainkan lembaga pelayanan pendidikan, karena itu tidak ada ”keharusan” setiap anak yang masuk ke sekolah pasti ”jadi” dan mempunyai kualitas yang sama seperti apa yang telah diproduksi oleh pabrik. Oleh karena itu, kebiasaan naik 100 % dan lulus 100 % adalah kebiasaan yang ’menjebak’ dan merugikan pendidikan itu sendiri secara keseluruhan dan dalam jangka yang panjang.

Misi sekolah sebenarnya adalah menyelenggarakan pendidikan dan sekaligus juga meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu maka kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya di sekolah adalah tenaga profesional yang terus menerus berinovasi untuk kelancaran dan kemajuan sekolah. Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi ”learning person”, seseorang yang senantiasa berusaha menambah pengetahuan dan keterampilannya agar dapat meningkatkan prestasi sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan.

Manajemen Mutu.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, kita merujuk kepada konsep Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu, dengan pengertian menurut ISO/DIS 8492 (qtd.in Chang Zep Yun, 1998 : 4 ) ”adalah pendekatan manajemen sebuah organisasi, yang berpusat pada mutu, berdasarkan pada partisipasi semua anggotanya dan bertujuan sukses jangka panjang melalui kepuasan pelanggan, serta keuntungan bagi anggota organisasi dan masyarakat”.

Penerapan pendekatan TQM dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan adalah :

  1. Fokus pada Pelanggan. Pelanggan adalah semua pihak yang memiliki hubungan terhadap organisasi lembaga pendidikan yang terdiri atas pelanggan internal dan eksternal. Semua pihak berperan sesuai pada tugas pokoknya, menentukan komitmen bersama, menyepakati dan melaksanakan apa yang menjadi komitmen dan kesepakatan tersebut.
  2. Obsesi terhadap Kualitas. Kualitas ditetapkan bersama dalam lembaga pendidikan tersebut, maka semua pihak yang tergabung dalam lembaga tersebut harus memenuhi bahkan melebihi apa yang ditentukan. Komitmen yang dibentuk di dalamnya sepakat untuk dilaksanakan yang terbaik, tepat waktu, tepat sasaran, dan lebih baik.
  3. Pendekatan Ilmiah. Pendekatan TQM memerlukan pendekatan ilmiah yang dilaksanakan semua pihak, terutama untuk mendesain pekerjaan dan pengambilan keputusan, serta memecahkan masalah yang berkaitan dengan pelayanan sekolah.
  4. Komitmen. Komitmen ini sangat diperlukan menuju suatu kualitas, justru komitmen tersebut menentukan kualitas organisasi pendidikan. Komitmen harus dibuat dan disepakati bersama, jangan mencoba membuat kesepakatan sepihak karena akan menimbulkan antipati dan tidak dapat membangun tim atau tidak akan terbentuk team spirit.
  5. Kerjasama Tim. Organisasi sekolah yang dikelola secara tradisional sering kali menciptakan persaingan antar jenjang atau kelas dengan maksud agar daya saingnya terdongkrak. Hal ini akan berkecenderungan untuk menghabiskan energi, yang seharusnya dipusatkan pada perbaikan kualitas. Pada organisasi pendidikan yang menerapkan TQM diperlukan kerjasama tim, kemitraan, dan hubungan dijalin dan dibina antar semua pihak yang ada di dalamnya.
  6. Perbaikan secara Berkesinambungan. Langkah berikutnya adalah diperlukan perbaikan secara sportif dan berlangsung terus menerus. Demikian pula pimpinan harus legawa untuk menerima saran dan kritik karena dipandang sebagai suatu perbaikan dalam pengambilan keputusannya.
  7. Pelatihan. Pimpinan dan staf yang memiliki minat dalam menerapkan TQM, maka pelatihan menjadi sesuatu yang fundamental karena prinsip belajar terus menerus merupakan langkah untuk mencapai kualitas dan memberi pelayanan terbaik.
  8. Kebebasan yang Terkendali. Keterlibatan semua pihak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Semua pihak dipandang sangat penting karena hal ini akan menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab bersama.

Manajemen kualitas (Qoality Management) sebagai aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijakan kualitas, dikembangkan melalui alat-alat seperti: (a) Perencanaan Kualitas - Quality Planning, (b) Pengendalian Kualitas – Quality Control, (c) Penjaminan Kualitas – Quality Assurance, (d) Peningkatan Kualitas – Quality Improvement.

Tanggung jawab manajemen kualitas ada pada semua level dari manajemen, tetapi harus dikendalikan oleh manajemen puncak (top manajemen) dan implementasinya harus melibatkan semua anggota organisasi. Oleh karena itu, kunci semua proses dan prosedur ini adalah Kualitas Kepemimpinan (Quality Leadership) yang ada dan dimiliki oleh para manajer di semua level dan lini yang ada.

Dari konsep ini kelihatan bahwa Pengawas bergerak pada area Quality Control (Pengendalian Mutu) sedangkan LPMP bergerak pada area Quality Assurance (Penjaminan Mutu).

PENINGKATAN MUTU (QUALITY IMPROVEMENT)

Prosedur yang berlaku dalam proses peningkatan mutu diawali dengan adanya perencanaan yang berkualitas. Pelaksanaan dari perencanaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab manajemen dengan mengerahkan segenap daya, dana dan tenaga yang ada, dikelola sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu produk sebagai keluaran. Produk yang dihasilkan kemudian dikontrol (melalui pengukuran dan analisis) dan terus diperbaiki pada bagian-bagian yang memerlukan perbaikan, yang hasilnya dijadikan dasar untuk membuat program baru yang lebih baik dan lebih efektif. Demikian seterusnya berputar dan berlanjut sampai terjadi peningkatan mutu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peningkatan mutu hanya terjadi melalui siklus kontrol dan perbaikan yang berkelanjutan. Mutu akan meningkat apabila dilakukan perbaikan demi perbaikan yang terus menerus. Apabila perbaikan tidak dilakukan lagi maka peningkatan mutu pun akan terhenti.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, hal yang mendapat prioritas adalah mengupayakan agar guru, kepala sekolah dan juga siswa lebih bersungguh-sungguh dan bekerja lebih keras serta bersemangat dalam belajar dan mengajar. Untuk itu perlu diupayakan ”pressure” terhadap guru, kepala sekolah, dan juga siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan adanya pressure diharapkan akan tumbuh dan semakin kuat motivasi untuk meningkatkan kinerja, memperbaiki proses dan memperkuat etos kerja sehingga dapat meningkatkan prestasi. Akan tetapi, pressure yang diberikan secara terus menerus dapat menimbulkan resistensi atau membuat orang akan menghindar, sehingga yang diperoleh bukannya prestasi tapi malah frustrasi. Oleh karena itu pressure harus diimbangi dengan ”support”, karena sesungguhnya ’pressure and support’ adalah dua hal yang sangat penting adanya dalam mencapai sukses dalam upaya peningkatan mutu. Namun harus diingat bahwa pressure tanpa support menimbulkan resistensi dan frustrasi, sedangkan ’support’ yang tidak diimbangi dengan pressure akan menghasilkan pemborosan dan pembusukan.

Dalam penjaminan mutu (quality assurance) diawali dengan pembuatan dan penetapan standar, karena mutu hanya dapat diukur jika ada standar. Dengan adanya standar, paling tidak dapat diketahui dua hal, yaitu: dimana posisi kita sekarang dan kemana kita akan menuju. Dengan berpedoman pada standar kita berusaha mengetahui dimana kita berada, seberapa besar gap/jarak antara kita berada dengan standar yang dikehendaki, apa yang sudah dapat dicapai dan apa yang belum, serta apa kekurangan/kelemahan yang ada pada kita. Disamping itu, dengan mengetahui arah dan jarak dengan tujuan, kita bisa menyusun program lebih efektif dan realistis serta menyusun strategi langkah ke depan untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar bisa berupa kompetensi, ukuran/tolak ukur, syarat-syarat atau prosedur.

Sudah barang tentu, proses ini baru terjadi apabila standar diimbangi dengan kontrol. Tanpa adanya kontrol sudah barang tentu proses dan prosedur tidak akan dapat berfungsi dengan baik dan benar. Kontrol dapat dilakukan dengan bentuk inspeksi, evaluasi, monitoring atau pelaporan dan penjaringan data. Dengan adanya kontrol akan dapat diketahui bagian-bagian mana yang lemah atau kurang dan memerlukan perbaikan. Peningkatan mutu hanya akan terjadi hasil dari perbaikan yang berkelanjutan.

Kita memerlukan perbaikan yang terus menerus karena kita memasuki persaingan yang semakin ketat dari waktu ke waktu. Tanpa perbaikan dan peningkatan kualitas, kita akan kalah bersaing, dan jika kita kalah bersaing maka kita akan kehilangan kesempatan dan kehilangan masa depan.

KEMITRAAN DAN SINKRONISASI

Upaya meningkatkan mutu pendidikan bukanlah sebuah pekerjaan yang sederhana dan gampang, melainkan sebuah usaha bersama yang memerlukan kesungguhan dan komitmen yang tinggi diantara semua potensi, institusi, dan sumberdaya yang ada. Memang pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah, orangtua dan masyarakat secara keseluruhan dan bersama-sama, dan oleh karena itu adalah merupakan keharusan adanya sistem, koordinasi dan pemberdayaan semua sektor dan semua lini yang punya perhatian dan kepedulian terhadap pendidikan.

LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) sebagai salah satu bagian yang tak terpisahkan dalam keseluruhan upaya meningkatkan mutu pendidikan mengembangkan sayapnya dan menyemaikan baktinya dengan menggalang kebersamaan dan kemitraan, baik secara struktural maupun fungsional, bersama dengan potensi dan institusi lainnya meningkatkan mutu pendidikan.

Ada beberapa konsep yang ditawarkan sebagai kerangka dasar untuk mengembangkan kemitraan dan kebersamaan :

1. PENGUATAN LEMBAGA, yakni suatu upaya yang terencana untuk memberdayakan institusi yang ada agar dapat mengembangkan dan memperkuat posisi dan potensinya sehingga dapat mewujudkan Tupoksinya dengan baik dan benar. Upaya ini terutama dengan membenahi human resources, infrastructure dan work environment.

2. PENGEMBANGAN SISTEM, yakni menyatukan semua institusi dan potensi yang ada kedalam suatu sistem kerjasama yang kokoh dan efektif. Pengembangan sistem ini diawali dengan menyamakan persepsi dan konsepsi yang berorientasi pada peningkatan mutu. Upaya ini terutama didasari oleh adanya komitmen yang kuat dari semua pihak terkait untuk memperbaiki diri dan meningkatkan mutu pelayanan dan mutu keluaran.

3. INTENSIFIKASI KOORDINASI, yakni melakukan upaya koordinasi yang intensif antar instansi terkait –terutama antara LPMP, Pengawas dan Dinas Pendidikan- untuk dapat mengembangkan quality management sehingga dapat mensinergikan antara pengemdalian mutu dengan penjaminan mutu (quality control and quality assurance) sehingga dapat tercapai peningkatan mutu.

4. REVITALISASI PROGRAM, yakni program atau konsep yang sudah ada, atau yang diunggulkan, hendaknya lebih diintensifkan penataannya, pengembangannya dan pendayagunaannya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Beberapa konsep dan program yang sementara ini dipercaya dapat berguna untuk meningkatkan profesionalisme guru, manajemen sekolah dan sistem pembinaan, seperti: MPMBS, Gugus Sekolah, KKG dan KKKS, PKG, SEQIP, PBS, dan lain-lain; sudah selayaknya ditinjau kembali dan dibahas lebih rinci dan realistis di masing-masing Kabupaten/Kota. Dengan demikian diharapkan konsep dan program yang sudah disusun begitu baiknya hendaknya dapat direalisasikan dengan baik pula.

5. FASILITASI dan ADVOKASI, yakni LPMP diharapkan dapat memfasilitasi berbagai kegiatan diatas agar dapat terlaksana dengan baik dam efektif. Di samping itu, LPMP juga diharapkan dapat memberikan dukungan dan konstribusinya pada bagian-bagian dimana pihak yang lain memerlukan. Bahkan, LPMP diharapkan dapat mengembangkan jaringan komunikasi dan informasi dengan Pemerintah (Depdiknas), baik melalui struktur organisasi maupun melalui jaringan teknologi informasi dan internet.

Ini hanyalah beberapa tawaran yang bisa dipikirkan dan dikembangkan lebih lanjut dalam rangka sinkronisasi dan menggalang kemitraan dalam semangat kebersamaan. Bersama LPMP kita maju meningkatkan mutu. Bersama kita bisa.

Drs. AHMAD KUSASI

Widyaiswara LPMP Kalsel

Tidak ada komentar: